Istilah Tsunami berasal dari
kosa kata Jepang Tsu yang berarti gelombang dan Nami yang berarti pelabuhan atau bandar. Negara Jepang secara
geografis terletak pada daerah rawan gempa, sama dengan Indonesia. Dari sejarahnya di Jepang
pada saat itu masyarakatnya telah mengamati dan mencatat peristiwa alam
yang ada di sekitarnya, masyarakat di sana
banyak tinggal di sekitar teluk yang menjadi pelabuhan sekaligus pusat
ekonomi, sedangkan kita tahu bahwa pada
daerah seperti teluk (konvergen) sifat gelombang laut akan menjadi kuat sebab gelombang
laut saling terpantul dan terinterferensi (tergabung) menjadi gelombang yang
besar sehingga kekuatan gelombang akan terfokus pada teluk tersebut, akibatnya
tentu daerah tersebut akan terkena limpasan gelombang yang lebih besar
dibandingkan dengan pantai yang rata.
Pengamatan
Tsunami
Tsunami mempunyai banyak
aspek sebagaimana diteliti oleh para peneliti dari berbagai disiplin ilmu.
Pembangkitnya berkaitan dengan proses geologi dan studinya dilakukan oleh para
ahli geologi dan ahli geofisika, penyebaran dan pengamatannya oleh ahli
oseanografi.
Karakteristik di pantai seperti pelimpasan ke pesisir
atau resonansi ke dalam teluk terutama dilakukan oleh para teknisi kelautan.
Perencanaan penggunaan lahan dan kota
di sekitar pantai selalu mempertimbangkan resiko tsunami dan pihak pemerintah
bertanggung jawab terhadap peringatan dari ancaman tsunami dan pelaksanaan
evakuasi. Studi tentang tsunami telah berkembang di bermacam bidang yang
berbeda dan dengan berbagai interaksi diantara disiplin-disiplin tersebut.
Gelombang tsunami berbeda dengan gelombang laut
lainnya yang bersifat kontinu, gelombang tsunami ditimbulkan oleh gaya impulsif yang
bersifat insidentil, tidak kontinu. Periode gelombang tsunami antara 10 – 60
menit, panjang gelombangnya mencapai 100 km.
Kecepatan penjalaran tsunami sangat tergantung dari
kedalaman laut dan penjalarannya dapat berlangsung mencapai ribuan kilometer.
Bila tsunami mencapai pantai, kecepatannya bisa sampai 50 km/jam dan energinya
sangat merusak daerah pantai yang dilaluinya.
Ditengah lautan tinggi gelombang tsunami paling
besar sekitar 5 meter, maka saat
mencapai pantai tinggi gelombangnya bisa sampai puluhan meter karena
terjadi penumpukan masa air. Saat mencapai pantai tsunami akan merayap masuk
daratan jauh dari garis pantai dengan jangkauan dapat mencapai sejauh 500 meter
dari garis pantai.
Dampak negatif yang diakibatkan tsunami adalah
merusak rumah / bangunan, prasarana, tumbuh-tumbuhan dan mengakibatkan korban
jiwa manusia serta menyebabkan genangan, kontaminasi air asin lahan pertanian,
tanah dan air bersih.
Bencana yang diakibatkan oleh tsunami tergantung
antara lain pada magnitude gempa, morfologi laut, lingkungan pantai, bentuk
pantai, infrastruktur di pantai dan jumlah penduduk.
Bencana Tsunami terbukti menelan
banyak korban manusia maupun harta benda, sebagai contoh pada tsunami di Flores
tahun 1992 meninggal lebih dari 2000 orang, kemudian pada tsunami di Banyuwangi
menelan korban 800 orang lebih, belum termasuk harta benda yang telah hancur.
Meletusnya gunung Krakatau tahun 1883 menimbulkan tsunami yang menelan korban
36.000 jiwa, ini merupakan jumlah korban terbesar yang tercatat dalam sejarah
tsunami. Di Jepang angka statistik
bencana karena tsunami cukup besar. Pada periode 1947-1970 bencana alam tsunami menduduki urutan
tertinggi setelah angin ribut, gempabumi , banjir dan hujan lebat.
Untuk Indonesia pencatatan tentang
tsunami telah dilakukan sejak zaman
penjajahan Belanda meskipun hanya sebatas laporan masyarakat. Riset tsunami di Indonesia
dimulai setelah peristiwa bencana tsunami di Flores pada tahun 1992, sejak itu
kegiatan riset dan penelitian mulai berkembang, dengan dipelopori oleh BMG kemudian lembaga riset dan perguruan tinggi
seperti BPPT, LIPI, ITB, dan lain-lain. Dalam perkembangannya sekarang telah
banyak peneliti tsunami muncul di Indonesia, namun infrastruktur
untuk keperluan pemantau tsunami masih belum memadai.
Penyebab tsunami yaitu gempabumi
tektonik, erupsi gunung berapi, longsoran, dan kemungkinan meteor jatuh. Dari
keempat jenis tersebut, gempa bumi tektonik bawah laut yang merupakan penyebab
paling sering menimbulkan tsunami.
Beberapa jenis sesar yang terjadi
pada sumber gempabumi yang dapat menimbulkan
tsunami. Dengan adanya perubahan (dislokasi) pada lantai samudera secara
mendadak, dapat mempengaruhi kolom air
di atasnya yang selanjutnya dapat menimbulkan gelombang tsunami. Meskipun
demikian tsunami akan timbul, bila beberapa persyaratan lingkungan
mendukungnya.
Dari hasil penelitian diperoleh persyaratan terjadinya tsunami adalah :
a. Gempa bumi dengan hiposenter dilaut.
b. Gempa bumi dengan magnitude lebih besar sari 6,8 skala Richer.
c. Gempa bumi dengan pola mekanisme focus dominan adalah sesar naik atau sesar turun.
d. Morfologi pantai / bentuk pantai biasanya pantai terbuka dan landai serta berbetuk teluk.
No comments:
Post a Comment